Tuhannya Orang India

Tuhannya Orang India

Tempat ibadah masyarakat India-Indonesia

Di bawah ini adalah tempat-tempat ibadah masyarakat India-Indonesia khususnya yang beragama Hindu dan Sikh.

Mayoritas penutur bahasa Hindi yang berada di luar India tinggal di negara-negara tetangga, seperti Bangladesh, Myanmar, Pakistan, Nepal, dan Afghanistan. Namun demikian, ada juga komunitas Hindi berskala besar di negara-negara lain. Layaknya para kelompok imigran India yang lain, orang-orang Hindi cenderung tinggal di tempat orang-orang Hindi lain berada.

Istilah "Hindi" tidak cukup menggambarkan kompleksitas etnis dan sosial suku ini karena istilah tersebut hanya berfungsi sebagai pembeda. Pada kenyataannya, orang India penutur bahasa Hindi adalah kumpulan kelompok etnis dan sosial yang tersebar luas di seluruh Asia Tengah. Mereka tidak hanya memiliki bahasa yang sama, namun juga karakter khusus berdasarkan faktor-faktor budaya dan historis, termasuk rivalitas Hindu-Islam dalam tradisi keagamaan.

Adalah mereka yang berasal dari kasta yang lebih tinggi dan berpendidikan yang biasanya meninggalkan India dan bermigrasi ke negara-negara lain. Mereka kini memiliki beragam pekerjaan. Sebagian besar dari mereka tidak hanya telah menolak beragam aspek dari budaya Hindu mereka, namun juga telah terpengaruh oleh budaya Barat pada banyak bidang.

Seperti Apa Kehidupan Mereka?

Hindi adalah bahasa Indo-Aryan. Bahasa Hindi banyak meminjam kata-kata dari bahasa Sanskerta, dan ditulis dalam naskah "Devanagri". Sebelumnya, ada konflik besar antara penutur Urdu (sebagian besar beragama Islam) dan penutur Hindi (sebagian besar beragama Hindu). Hal ini berujung pada separasi Pakistan dan India pada 1947. Sejak saat itu, terjadi ketegangan dalam hal bahasa dan agama di antara kedua kelompok tersebut. Hindi menjadi bahasa nasional India dan Urdu menjadi bahasa Pakistan. Namun, di Pakistan, masih ada 85.000 orang Islam yang menggunakan bahasa Hindi dan kini disebut orang Indo-Pakistan. Sayangnya, orang Indo-Pakistan mengalami penderitaan yang luar biasa selama masa separasi Pakistan dan India.

Para penutur Hindi dibagi ke dalam beberapa kelompok sosial. Orang Hindu, yang membentuk kelompok yang paling besar, dibagi ke dalam empat kelompok sosial utama yang disebut "kasta". Kasta-kasta itu memiliki urutan hierarkis berdasar prinsip-prinsip "kemurnian dan pencemaran". Menurut peringkat, kelompok turun-temurun itu adalah Brahmana, para pendeta dan kaum cendekiawan; Ksatria, para pemerintah dan pejuang; Waisya, para pedagang dan kaum profesional; dan Sudra, para buruh dan budak. Empat kasta ini memiliki banyak subkasta, yang kemudian dibagi lagi dalam lingkaran-lingkaran.

Kasta adalah kelompok budaya, yang tidak hanya berdasar pada pekerjaan, namun juga adat istiadat. Orang-orang yang berada dalam subkasta-subkasta dan lingkaran-lingkaran yang tidak terkira banyaknya dalam masyarakat Hindu itu terus mencoba untuk "memanjat tangga sosial". Mereka melakukannya dengan mengadopsi cara hidup, kebiasaan, dan bahkan bahasa dari kasta yang lebih tinggi. Namun demikian, mereka jarang menikahi seseorang dari kasta lain.

Meski Brahmana dianggap sebagai kasta yang hebat dalam keagamaan dan sastra, pendidikan dan pembelajaran yang memberi mereka kekuatan selama beberapa lama kini tersedia bagi semua ras dan kelas dalam agama Hindu.

Hindi adalah bahasa yang digunakan dalam bisnis, pendidikan, dan jurnalisme. Di negara-negara tempat tinggal mereka yang baru, para penutur Hindu mendirikan toko rempah-rempah khas India, toko video, dan bisnis komersial kecil di setiap kota besar. Beberapa yang tinggal di Pakistan, Arab Saudi, dan Bangladesh adalah petani. Orang Hindi yang paling miskin tinggal dalam gubuk yang terbuat dari tanah liat, sementara yang kaya tinggal dalam bangunan semen dengan beberapa lantai.

Di tempat tinggal mereka yang baru, para penutur Hindi menjadi semakin "kebarat-baratan". Kini, banyak dari mereka minum anggur dan makan segala jenis daging kecuali daging sapi. Selain itu, para wanita Hindu memiliki hak untuk meminta cerai dan menikah lagi. Beberapa pria masih memakai "dhoti" (kain putih sederhana yang membungkus kaki atau dipakai secara longgar seperti rok), dan wanita terkadang memakai "sari" (potongan kain lurus yang dipakai seperti gaun), khususnya pada acara-acara khusus. Namun demikian, sekarang banyak yang memakai baju-baju khas barat.

Para wanita muslim yang menggunakan bahasa Hindi masih mengikuti tradisi "purdah" -- menutupi seluruh tubuh, khususnya mata, yang mengisyaratkan pengasingan diri. Namun demikian, purdah dipraktikkan dalam beragam skala tergantung pada tingkat westernisasi dan urbanisasi.

Apa Kepercayaan Mereka?

Mayoritas penutur Hindi mempraktikkan agama Hindu yang cenderung dianggap sebagai gaya hidup daripada sebuah agama. Orang Hindu menyembah dewa-dewa yang baik maupun yang jahat. Mereka percaya bahwa kurban dan persembahan harus diberikan kepada dewa-dewa secara rutin guna menenangkan mereka dan mencegah terjadinya bencana.

Hinduisme mengajar bahwa jiwa tidak pernah mati. Saat tubuh mati, jiwanya lahir kembali dan berreinkarnasi. Jiwa itu mungkin saja terlahir kembali sebagai hewan atau manusia. Mereka menyembah beberapa dewa dalam bentuk binatang. Sapi dianggap sakral, namun hewan lain juga dihormati.

Hukum "karma" menyatakan bahwa setiap tindakan memengaruhi bagaimana jiwa akan dilahirkan kembali. Jika seseorang menjalani hidup dengan penuh kebaikan, jiwanya akan dilahirkan kembali dalam keadaan yang lebih baik. Jika seseorang hidup dengan banyak tindakan buruk, jiwanya akan terlahir kembali dalam keadaan yang lebih buruk.

Apa Kebutuhan Mereka?

Para penutur Hindi memiliki baik Alkitab maupun film JESUS dalam bahasa mereka. Namun demikian, orang-orang Hindu harus terlebih dahulu dibebaskan dari perbudakan jutaan allah palsu sehingga mereka dapat percaya kepada Yesus. Orang Islam pun demikian, mereka membutuhkan penyataan Trinitas dan kebenaran-kebenaran yang ada dalam firman Tuhan. Doa memiliki kuasa untuk membawa mereka dari kegelapan menuju kepada Terang.

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,

Budaya India-Indonesia

Budaya India-Indonesia adalah budaya hasil akulturasi budaya India dengan budaya Indonesia yang berkembang di Indonesia.

Orang India-Indonesia adalah kelompok masyarakat keturunan India yang tinggal dan menetap di Indonesia. Orang-orang keturunan Asia Selatan lain juga bisa disebut sebagai orang India-Indonesia. Menurut data dari Kementerian Luar Negeri India, pada Januari 2012, ada 120.000 masyarakat Indonesia keturunan India, dan 9.000 di antaranya adalah warganegara India, yang mereka bekerja dan tinggal di Indonesia.[2] Masyarakat India-Indonesia kebanyakan tinggal di Sumatera Utara, Banda Aceh, Surabaya, Medan dan Jakarta.[3]

Di Jakarta, masyarakat Tamil-Indonesia mempunyai organisasi yang bernama "Indonesia Tamil Tamram" yang bergerak dalam pelestarian bahasa dan budaya Tamil, membangun saling pengertian antara orang India dan Indonesia, dan memberikan kesempatan belajar bagi anak-anak Tamil di Indonesia untuk belajar bahasa ibu mereka. Untuk maksud tersebut, organisasi ini mengadakan kursus bahasa dan budaya, membagikan literatur dalam bahasa Tamil, menyelenggarakan berbagai kegiatan terkait, seperti debat, drama, tarian, dan musik, mendatangkan artis-artis terkenal dari India dalam bidang tari, musik, drama, dll.[4]

Kelompok suku masyarakat Punjabi dari India Utara banyak terdapat di kota-kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dll. dan pada umumnya mereka hidup sebagai pedagang. Banyak dari mereka yang beragama Sikh. Beberapa tokoh terkemuka dari masyarakat ini misalnya adalah Raam Punjabi, raja sinetron Indonesia dan istrinya, Rakhee Punjabi, H.S. Dillon, pakar ekonomi pertanian.Kehidupan masyarakat Indonesia keturunan India dikemas dengan begitu unik dalam serial televisi "Raj's Family" di salah satu stasiun televisi swasta.

Seorang tokoh Punjabi-Indonesia yang sering terlupakan adalah Gurnam Singh, pelari maraton pada era 1960-an yang menjadi pelari tercepat Asia pada Asian Games 1962 di Jakarta.[5] Gurnam Singh juga berasal dari Sumatera Utara.

Orang-orang Gujarati dahulu datang ke Indonesia untuk menyebarkan agama Islam.[6] Pada saat ini, mereka terkonsentrasi dalam satu wilayah yang dinamakan sebagai Kampung Pekojan.

Selain itu, di Indonesia ada pula kelompok suku masyarakat Sindhi yang juga banyak berperan dalam dunia perdagangan di Indonesia. Mereka umumnya bergerak di bidang industri garmen dan tekstil, makanan dan pertanian, perfilman, intan permata dan batu-batu mulia. Masyarakat Sindhi di Indonesia mempunyai organisasi sosial yang bernama "Gandhi Seva Loka" yang banyak memberikan bantuan kepada komunitas mereka sendiri, serta menyelenggarakan proram orang tua asuh secara teratur. Organisasi ini juga menolong kaum fakir-miskin di kalangan masyarakat yang lebih luas, khususnya ketika ekonomi negara dilanda krisis yang berkepanjangan.

Di dalam aktivitas sosialnya, masyarakat India-Indonesia mendirikan sekolah Gandhi International School di Jakarta. Selain itu, ada pula beberapa Gurdwara, yakni tempat ibadah bagi mereka yang beragama Sikh, dan kuil bagi mereka yang beragama Hindu dan Jain.

Berbagai kelompok masyarakat dari anak benua India telah datang ke kepulauan Indonesia sejak masa pra-sejarah. Di Bali, misalnya, berbagai sisa keramik sejak abad pertama Masehi telah ditemukan. Malah nama Indonesia sendiri berasal dari bahasa Latin Indus "India" dan bahasa Yunani nêsos "pulau" yang secara harafiah berarti 'Kepulauan India'.

Sejak abad ke-4 dan ke-5, pengaruh budaya India menjadi semakin jelas. Bahasa Sanskerta digunakan dalam berbagai prasasti. Namun sejak abad ke-7, huruf India semakin sering dipergunakan untuk menulis bahasa-bahasa setempat yang kini sudah mengandung banyak kata pinjaman bukan saja dari bahasa Sanskerta, tetapi juga dari berbagai bahasa Prakerta dan bahasa-bahasa Dravida.

Selain itu, masyarakat pribumi Indonesia pun mulai memeluk agama-agama India, khususnya Siwaisme dan Buddhisme. Namun ada pula pemeluk Wisnuisme dan Tantrisme.

Diyakini pula bahwa berbagai penduduk India juga menetap di Indonesia, bercampur gaul dan berasimiliasi dengan penduduk setempat, karena pada abad ke-9 dalam sebuah prasasti dari Jawa Tengah disebutkan nama-nama berbagai penduduk India (dan Asia Tenggara):

Belakangan, dengan bangkitnya Islam, agama Islam pun dibawa ke Indonesia oleh orang-orang Gujarat sejak abad ke-11, bukan untuk menggantikan sistem-sistem keagamaan yang sudah ada, melainkan untuk melengkapinya.

Warisan India di Indonesia

Warisan agama Hindu yang masih tersisa di beberapa tempat di Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan, adalah bukti-buktinya.[7] Kisah epos Mahabharata dan kisah klasik Ramayana telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari banyak orang Indonesia. Banyak nama orang Indonesia yang menggunakan nama-nama India atau Hindu, meskipun tidak berarti bahwa mereka beragama Hindu. Nama-nama seperti "Yudhistira Adi Nugraha", "Bimo Nugroho", "Susilo Bambang Yudhoyono", semuanya mencerminkan pengaruh India yang sangat kuat di Indonesia.

Selain itu di beberapa tempat, tampak sisa-sisa keturunan masyarakat India yang telah berbaur dengan masyarakat Indonesia. Nama-nama keluarga (merga) di kalangan masyarakat Batak Karo, seperti Brahmana dan Gurusinga yang tampaknya berasal dari nama-nama India, menunjukkan warisan tersebut.

Di Jakarta terdapat daerah yang dinamai Pekojan di Jakarta Kota, dan Koja di Jakarta Utara. Kedua daerah ini dulunya adalah pemukiman orang-orang India Muslim yang disebut juga orang Khoja. Mereka umumnya berasal dari daerah Cutch, Kathiawar dan Gujarat. Mereka berasal dari kasta Ksatria. Pada abad ke-14, komunitas ini mengalami perubahan besar ketika seorang mubaligh Persia, Pir Sadruddin, menyebarkan agama Islam di antara mereka dan memberikan kepada mereka nama "Khwaja", dan dari kata ini diperoleh kata "khoja" atau "koja". "Khawaja" sendiri berarti "guru, orang yang dihormati dan cukup berada".[8]

Pengaruh India di Masakan Indonesia

Pengaruh India terhadap masakan Nusantara, dapat ditelusuri lewat hubungan antara Kesultanan Mughal di India dengan Aceh, sekitar abad 15 hingga abad 16.[9] Beberapa pengaruh Mughal diduga dapat ditemukan dalam masakan yang pedas dan bersantan. Terdapat dua pendapat berbeda soal asal usul rasa pedas ini. Pertama, sumber pedas disebutkan berasal dari cabai yang dibawa oleh bangsa Portugis ke Mughal, hingga sampai ke Nusantara. Kedua, orang India sebenarnya sudah mengenal cabai, jauh sebelum orang Portugis datang.

Masakan Indonesia dengan pengaruh India, diduga terdapat dalam megana atau cacahan sayur nangka, yang masih bisa ditemui di daerah Pekalongan, Wonosobo, dan Temanggung.[9] Masakan ini berada di wilayah-wilayah yang merupakan bekas daerah kerajaan Hindu awal di Jawa, yaitu Kalingga.